isbd
- Manusia, Keragaman dan Kesetaraan
0leh : Hadi suryanto
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang (Azyumardi Azra, 2003).
Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatang (Azyumardi Azra, 2003).
Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan
keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang
dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama
yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi
manusia.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa,
antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban
jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan
Kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan
kehidupan yang egalitarian dan demokratis.
Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya
dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada
pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem
hirarki sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil
dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah
kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang
ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam
pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat
mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
Negara-bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai
kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat
multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter
utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui
keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan
masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika, membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar.
Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika, membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar.
Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah
negara yang berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi
seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga negara.
Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan menghadirkan kehancuran.
Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan menghadirkan kehancuran.
Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan,
toleransi, dan saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses
sekali jadi dan sesudah itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat
dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus-menerus atau belajar berkelanjutan.
Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus-menerus dan
berkesinambungan dilakukan. Untuk itu, penting kita miliki dan kembangkan
kemampuan belajar hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan
kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama di dalam perbedaan inilah
yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa
kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat
multikulturalisme akan meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama
yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan memfungsionalkan semangat
multikulturalisme.
Proses pembelajaran semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural passing over), pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding), dan pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture).
Proses pembelajaran semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural passing over), pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding), dan pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture).
- Manusia Sebagai Individu dan Mahluk Sosial
Manusia sebagai individu dengan kepribadian khasnya berada di tengah-tengah kelompok individu lain yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses dari individu untuk menjadi pribadi tidak hanya didukung dan dihambat oleh dirinya, melainkan juga oleh kelompok di sekitarnya. Dalam proses untuk menjadi pribadi, individu dituntut mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia berada, baik lingkungan fisik dan maupun non fisik (sosial budaya).
Manusia sejak dilahirkan adalah sebagai makhluk sosial
ditengah keluarganya. Manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang
lain. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Sebagai individu, manusia dituntut untuk dapat mengenal serta
memahami tanggung jawabnya bagi diri sendiri dan masyarakat.
Kecenderungan manusia untuk hidup berkelompok bukanlah
sekedar naluri atau keperluan yang diwariskan secara biologis semata, melainkan
dalam kenyataannya manusia berkumpul sampai batas-batas tertentu juga
menunjukkan adanya suatu ikatan sosial. Mereka berkumpul dan saling
berinteraksi satu sama lain.
Interaksi antarmanusia merupakan suatu kebutuhan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Individu akan membutuhkan individu lain, karena seorang individu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan individu lain.
Interaksi antarmanusia merupakan suatu kebutuhan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Individu akan membutuhkan individu lain, karena seorang individu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan individu lain.
Kehidupan berkelompok merupakan kebutuhan setiap
individu, sehingga timbullah kelompok-kelompok sosial dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhannya tersebut. Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan
atau kesatuan manusia yang hidup bersama. Suatu kelompok sosial cenderung untuk
tidak menjadi kelompok yang statis, tetapi dinamis, selalu berkembang dan
mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas maupun bentuknya.
Menurut Gillin dan Gillin, interaksi sosial merupakan
hubungan-hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara orang
perorangan, kelompok-kelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok
manusia. Interaksi sosial dapat terjadi karena adanya komunikasi, jadi
komunikasi di sini sangatlah penting artinya. Komunikasi berarti seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain baik berwujud pembicaraan, gerak,
maupun sikap.
Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial.
Pengertian ini menunjukkan pada hubungan-hubungan yang dinamis. Interaksi
sosial juga merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi
sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Secara umum, ada dua bentuk interaksi sosial dalam suatu
komunitas masyarakat, yaitu: (1) interaksi asosiatif, dan (2) interaksi
disasosiatif. Dalam perspektif asosiatif, bentuk-bentuk interaksi sosial yang
berlangsung dalam suatu komunitas atau masyarakat yang bisa diklasifikasikan
kepada tiga jenis interaksi sosial, yaitu: (1) kerjasama, (2) akomodasi, dan
(3) asimilasi.
Dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat terdapat
saling ketergantungan antara individu yang satu dengan yang lain. Setiap
individu berkepentingan dengan individu-individu lain dalam kelompoknya sendiri
maupun di luar kelompoknya.
Rasa berkepentingan tersalurkan melalui proses
sosialisasi dan interaksi sosial. Proses sosialisasi merupakan suatu proses
pembelajaran sejak dini dengan tujuan untuk membentuk kepribadiannya. Interaksi
sosial terjadi ketika seorang anak mulai bergaul dengan orang lain, baik dalam
lingkungan keluarganya sendiri maupun dengan orang lain atau masyarakat di luar
lingkungan keluarga.
Dalam interaksi sosial, manusia mengemban nilai-nilai dan
norma- norma yang berlaku sebagai penuntun atau pedoman dalam kehidupannya di
tengah-tengah masyarakat. Nilai-nilai adalah sesuatu yang ideal atau das sollen
yaitu sesuatu yang seharusnya, bukan das sein atau sesuatu yang senyatanya
terjadi. Namun dalam kenyataannya, ada orang atau sekelompok orang yang dengan
sengaja dan sadar melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat. Kenyataan-kenyataan seperti inilah yang akan menimbulkan
kesenjangan dan pada akhirnya akan menimbulkan masalah-masalah dalam
masyarakat. Apabila masalah-masalah itu menjadi berlarut-larut, maka gejala
atau kenyataan itu akan menjadi masalah sosial. Salah satu masalah sosial yang
seringkali terjadi karena dipicu oleh adanya benturan antara kepentingan umum
dan kepentingan individu ataupun kelompok.
Di Indonesia yang menganut dasar negara Pancasila
terdapat prinsip keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
Di satu pihak kepentingan individu tidak boleh merugikan kepentingan umum,
namun di lain pihak kepentingan individu juga tidak boleh terlalu terkalahkan
oleh kepentingan umum.
Prinsip keseimbangan pada hakikatnya merupakan implikasi
langsung dari kebenaran bahwa manusia diciptakan sederajat. Prinsip
keseimbangan merupakan konsekuensi logis dari kenyataan bahwa eksistensi
manusia sekaligus sebagai makhluk individual dan makhluk sosial. Hak yang
melekat pada seseorang bukan hanya mengandaikan bahwa orang lain wajib
menghormatinya, tetapi juga sekaligus ia wajib menghormati hak yang sama yang
melekat pada orang lain. Demikian juga antara kepentingan individu dengan
kepentingan umum.
- Manusia dan Peradaban
Istilah peradaban dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap perkembangan kebudayaan. Peradaban adalah kebudayaan yang bernilai tinggi. Perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Menurut Azyumardi Azra (2007), peradaban mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, sejak dari pandangan hidup, tatanilai, sosial budaya, politik, kesenian, ilmu pengetahuan, sains, teknologi, dan banyak lagi.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk beradab dan
berbudaya yang tidak bisa hidup di luar adab dan budaya tertentu. Manusia
beradab dan berbudaya yang hidup dalam suatu masyarakat beradab bukanlah
sesuatu yang alamiah, melainkan diciptakan melalui berbagai upaya yang
mendukung terciptanya manusia beradab dan masyarakat adab.
Di Indonesia, sila kelima Pancasila Kemanusiaan yang adil
dan beradab memberi pengakuan bahwa manusia yang hidup di Indonesia diperlakukan
secara adil dan beradab oleh penyelenggara negara. Kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung nilai bahwa suatu tindakan yang berhubungan dengan kehidupan
bernegara dan bermasyarakat didasarkan atas sikap moral, kebajikan dan hasrat
menjunjung tinggi martabat manusia, serta sejalan dengan norma-norma.
Kemanusiaan yang adil dan beradab juga mencakup perlindungan dan penghargaan
terhadap budaya dan kebudayaan yang dikembangkan bangsa yang beragam etnik dan
golongan.
Sila kelima Pancasila tersebut secara tegas
mencita-citakan suatu masyarakat Indonesia yang beradab. Masyarakat yang
beradab adalah masyarakat yang ditandai dengan ketenangan, kenyamanan,
ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab. Konsep
masyarakat adab dalam pengertian lain adalah suatu kombinasi yang ideal antara
kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Dari sejarah kita belajar bahwa secara nyata peradaban manusia telah berubah dari waktu ke waktu. Hal ini merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Burung membuat sarangnya tetap sama selama berabad-abad, namun manusia telah beranjak dari gua-gua, rumah di atas pokok kayu, gubuk, rumah adat sampai dengan pencakar langit pada saat ini. Hal ini semata-mata disebabkan manusia mempunyai akal budi yang merupakan kelebihan dari makhluk hidup lainnya.
Dari sejarah kita belajar bahwa secara nyata peradaban manusia telah berubah dari waktu ke waktu. Hal ini merupakan kelebihan manusia dibanding makhluk lain. Burung membuat sarangnya tetap sama selama berabad-abad, namun manusia telah beranjak dari gua-gua, rumah di atas pokok kayu, gubuk, rumah adat sampai dengan pencakar langit pada saat ini. Hal ini semata-mata disebabkan manusia mempunyai akal budi yang merupakan kelebihan dari makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan akal budi manusia selalu berubah dari waktu
ke-waktu dalam rangka melakukan perbaikan nilai hidup ataupun kualitas hidup.
Dari kenyataan ini kita bisa belajar bahwa pada hakekatnya manusia tidak anti
perubahan, walaupun perubahan bisa dilakukan secara sadar ataupun karena
terpaksa berubah oleh karena suatu kondisi tertentu.
Perubahan peradaban manusia mengalami percepatan yang
tidak pernah terjadi sebelumnya sejak terjadinya revolusi industri di Eropa
pada abad ke-15. Pada abad ke 20 yang disebutkan oleh Alvin Toffler sebagai
awal dari Gelombang Ke Tiga (Abad Informasi), kemajuan teknologi informasi dan
telekomunikasi menjadi pendukung utama perubahan yang sangat cepat. Perubahan
yang terjadi di suatu negara bisa mengakibatkan pengaruh berantai secara global
terhadap negara lain.
Globalisasi merupakan fenomena khusus dalam peradaban
manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari
proses manusia global. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi. Globalisasi menyentuh seluruh aspek
penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan
baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingan kehidupan. Globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah
dunia secara mendasar.
Di Indonesia, problematika peradaban yang timbul akibat
globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, dan
kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi
transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia. Peristiwa transkultural akan
berpengaruh terhadap keberadaan kesenian di Indonesia. Padahal, kesenian
tradisional merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu
dijaga kelestariannya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih,
masyarakat disuguhi banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih
beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian
tradisional kita. Dengan televisi, masyarakat bisa menyaksikan berbagai
tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan
bumi. Hal ini dapat menyebabkan terpinggirkannya kesenian asli Indonesia.
Akibat globalisasi, masyarakat banyak mengalami anomi,
sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap
melanggar norma tunggal masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi
atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri,
akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam
kepribadian manusia sendiri.
Problematika peradaban yang penting lainnya adalah adanya kemungkinan punahnya suatu bahasa di daerah tertentu disebabkan penutur bahasanya telah terkontaminasi oleh pengaruh globalisasi. Percampuran bahasa bisa mengancam eksistensi bahasa di suatu daerah.
Problematika peradaban yang penting lainnya adalah adanya kemungkinan punahnya suatu bahasa di daerah tertentu disebabkan penutur bahasanya telah terkontaminasi oleh pengaruh globalisasi. Percampuran bahasa bisa mengancam eksistensi bahasa di suatu daerah.
- Manusia, Sains, Teknologi dan Seni
Menurut Robert B. Sund (1973: 2), sains merupakan suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan. Dengan demikian, pada hakekatnya sains merupakan suatu produk dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Proses sains meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Sains dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen dan induksi.
Sebagian ahli mengatakan bahwa teknologi dimulai terlebih
dahulu daripada sains, karena manusia sejak awal menggunakan benda sebagai
alat. Sebagian ahli yang lain beranggapan sains tumbuh terlebih dahulu, karena
benda sebelum digunakan pasti perlu diketahi terlebih dahulu. Namun demikian
cukup dimengerti jika teknologi kemudian dirumuskan dengan pengertian yang
lebar, yaitu alat atau pengetahuan manusia untuk melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya atau keberlangsungan hidupnya.
Secara etimologis, teknologi berasal dari kata techne
(Yunani) artinya keahlian dan logia artinya perkataan. Bell (2001)
mendefinisikan teknologi sebagai seperangkat instrumen yang memungkinkan
kekuatan manusia untuk mengubah sumber menjadi kesejahteraan. Heibish (2001)
mendefinisikan teknologi sebagai pengetahuan yang telah ditransformasikan
menjadi produk, proses dan jasa maupun struktur organisasi.
Pengembangan sains tidak selalu dikaitkan dengan aspek kebutuhan masyarakat, sedangkan teknologi, merupakan aplikasi sains yang terutama untuk kegiatan penemuan, berupa alat-alat atau barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian sains, teknologi dan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan (Poedjiadi, 1990 ; Yager, 1992: 4).
Pengembangan sains tidak selalu dikaitkan dengan aspek kebutuhan masyarakat, sedangkan teknologi, merupakan aplikasi sains yang terutama untuk kegiatan penemuan, berupa alat-alat atau barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian sains, teknologi dan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan (Poedjiadi, 1990 ; Yager, 1992: 4).
Kebutuhan manusia bukan semata melangsungkan hajat hidup,
melainkan juga nilai-nilai etika dan estetika. Dalam konteks ini, seni menjadi
kebutuhan dasar manusia secara kodrati. Seni berpengaruh terhadap kehidupan
manusia.
Manusia tidak hanya dapat menggagas, melainkan juga
mengekspresikan gagasannya. Semua bidang kehidupan manusia, baik ekonomi,
sosial politik, dan budaya, memerlukan ekspresi Dengan ekspresi, maka terjadi
hubungan antarmanusia.
Dalam ekspresi diri terdapat ekspresi khusus yang disebut
kesenian. Dengan kesenian manusia mengekspresikan gagasan estetik atau
pengalaman estetik. Kesenian merupakan penjelmaan pengalaman estetik untuk
mewujudkan manusia dewasa yang sadar akan arti pentingnya berbudaya agar tidak kehilangan
jati diri dan akal sehat.
Pada dasarnya iptek bersifat netral. Yang menjadikannya
bermanfaat atau merusak adalah manusia yang menguasai dan mengendalikannya,
yakni para pembuat keputusan atau pembuat kebijakan, termasuk ke dalamnya
ilmuwan, teknolog, politisi, pengusaha, dan masyarakat umum. Dengan demikian,
kunci keberhasilan bagi upaya pemanfaatan iptek bagi kesejahteraan manusia
terletak pada pembinaan faktor manusia dalam mengembangkan dan menerapkan iptek
ataupun mengkonsumsi produk-produk iptek.
Pada masyarakat Indonesia pada umumnya, budaya terhadap Iptek belum terbukti telah berkembang secara memadai. Hal ini tercermin dari pola pikir masyarakat yang belum bisa dianggap mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum mendukung kegiatan berkreasi, mencipta, dan belajar.
Pada masyarakat Indonesia pada umumnya, budaya terhadap Iptek belum terbukti telah berkembang secara memadai. Hal ini tercermin dari pola pikir masyarakat yang belum bisa dianggap mempunyai penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum mendukung kegiatan berkreasi, mencipta, dan belajar.
Mekanisme yang menjembatani interaksi antara penyedia
sains dan teknologi dengan kebutuhan pengguna juga belum optimal. Hal ini bisa
dilihat dari belum tertatanya lembaga yang mengolah dan menterjemahkan hasil
pengembangan sains dan teknologi menjadi teknologi yang siap pakai untuk
difungsikan dalam sistem produksi masyarakat. Di samping itu kebijakan keuangan
juga dirasakan belum mendukung pengembangan kemampuan sains dan teknologi.
Lembaga penelitian dan pengembangan Iptek masih sering
diartikan dengan institusi yang sulit berkembang. Selain itu, kegiatan
penelitian yang dilakukan kurang didorong oleh kebutuhan penelitian yang jelas
dan eksplisit. Ini menyebabkan lembaga-lembaga litbang tidak memiliki
kewibawaan sebagai sebuah instansi yang memberi pijakan scientifik sehingga
berakibat pada inefisiensi kegiatan penelitian. Dampak lainnya adalah
merapuhnya budaya penelitian sebagai pondasi kelembagaan riset dan teknologi,
seperti yang terjadi pada sektor pendidikan. Ini berarti pendidikan di
Indonesia dapat dikatakan belum mampu menanamkan karakter budaya bangsa yang
memiliki rasa ingin tahu, budaya belajar dan apresiasi yang tinggi pada
pencapaian ilmiah (Zuhal, 2007). Masalah dan kendala tersebut secara langsung
telah menghambat perkembangan sains dan teknologi di Indonesia.
- Manusia merupakan makhluk sosiai yang saling membutuhkan, jelaskan manusia sebagai individu dan makluk sosial jika dikaitkan dengan perkembangan sosial masyarakat sekarang ?
- Dalam kehidupan bermasyarakat ada sekarang ini , manusia mmiliki keragaman dan sesederajatan, jelaskan tentang hal tersebut ?
- Manusia adalah sebagai makhluk yang berbudaya, yang merupakan percerminan dari peradapan, jelaskan tentang manusia dan peradaan ?
- Jelaskan hubungan antara manusia, sains, dan teknologi terhadap budaya dan peradapan ?

Comments
Post a Comment